Di era media sosial dan YouTube, banyak kreator terjebak pada satu obsesi: video harus cinematic. Kamera mahal, gimbal canggih, LUT warna dramatis. Tapi pertanyaannya sederhana—apakah videonya benar-benar bercerita?

Lewat video The ONLY 9 Shots You Need To Tell Any Story, sang kreator mengingatkan satu hal penting: cerita yang kuat tidak lahir dari kamera mahal, tapi dari shot yang tepat dan digunakan dengan benar.

Menariknya, hampir semua cerita visual—film pendek, vlog, dokumenter, hingga konten edukasi—bisa dibangun hanya dengan 9 jenis shot dasar berikut.

 

1. Wide Shot: Fondasi Sebuah Cerita

Wide shot adalah pintu masuk penonton ke dunia cerita. Shot ini menjawab pertanyaan paling mendasar: kita sedang di mana?

Dengan wide shot, kreator bisa:

  • Menetapkan lokasi
  • Menunjukkan skala (besar–kecil, ramai–sepi)
  • Membangun suasana emosional

Orang kecil di lanskap luas bisa terasa sebagai petualangan, tapi juga bisa memunculkan rasa kesepian. Shot sama, rasa berbeda—tergantung konteks cerita.

 

2. Medium Shot: Titik Seimbang Emosi dan Konteks

Medium shot biasanya diambil dari pinggang ke atas. Inilah zona nyaman storytelling visual.

Kenapa?

  • Wajah masih terbaca jelas
  • Gerakan tubuh masih terlihat
  • Lingkungan belum sepenuhnya hilang

Medium shot cocok digunakan setelah wide shot, saat penonton sudah mengenal ruang dan kini diajak lebih dekat ke karakter.

 

3. Close Up: Saat Emosi Bicara

Close up adalah senjata utama untuk:

  • Menunjukkan emosi mentah
  • Menandai momen penting
  • Mengarahkan fokus penonton

Wajah tegang, tangan gemetar, klik mouse yang menentukan—semua terasa jauh lebih “berat” saat ditampilkan dalam close up. Semakin dekat kamera, semakin tinggi intensitas emosi.

 

4. Over the Shoulder Shot: Melihat Lewat Perspektif Karakter

Shot ini menempatkan kamera di belakang bahu karakter, seolah penonton berdiri tepat di sampingnya.

Efeknya:

  • Terasa natural
  • Sangat imersif
  • Cocok untuk dialog atau aktivitas fokus (mengetik, membaca peta, melihat layar)

Penonton bukan hanya melihat objek, tapi melihat bersama karakter.

 

5. Point of View (POV): Menjadi Karakter Itu Sendiri

Berbeda dari over the shoulder, POV shot membuat kamera sepenuhnya menggantikan mata karakter.

Contohnya:

  • Melihat layar ponsel
  • Membuka pintu
  • Menatap seseorang secara langsung

POV shot efektif membuat penonton merasa “aku yang ada di situ”, bukan sekadar pengamat.

 

6. Tracking Shot: Cerita yang Bergerak

Tracking shot mengikuti subjek yang sedang bergerak. Bisa cepat, bisa lambat—yang penting, terasa ada progres.

Tracking shot cocok untuk:

  • Perjalanan
  • Transisi
  • Momen menuju keputusan penting

Dan kabar baiknya: tidak selalu butuh gimbal. Jalan sambil memegang kamera dengan stabil pun sudah cukup untuk menciptakan rasa gerak.

 

7. Static Shot dengan Subjek Bergerak: Sederhana tapi Bermakna

Kamera diam. Karakter yang bergerak masuk atau keluar frame.

Shot ini:

  • Mudah dibuat
  • Tenang secara visual
  • Memberi kesan waktu berjalan

Sangat efektif untuk menggambarkan perpindahan fase tanpa harus “ribet teknis”.

 

8. Push In & Push Out: Mengatur Tekanan Emosi

Push in (kamera mendekat) digunakan untuk:

  • Meningkatkan ketegangan
  • Menandai momen krusial

Push out (kamera menjauh) berfungsi sebaliknya:

  • Melepas emosi
  • Menutup satu fase cerita

Bahkan bisa dibuat di tahap editing dengan zoom digital—sederhana tapi kuat secara naratif.

 

9. Walk Away Shot: Penutup yang Sunyi tapi Kuat

Walk away shot menampilkan karakter berjalan menjauh dari kamera atau menghilang dari frame.

Ini adalah simbol:

  • Penutupan adegan
  • Melepaskan masa lalu
  • Bergerak ke fase berikutnya

Shot ini memberi ruang bernapas bagi penonton—diam, reflektif, dan sangat efektif sebagai penutup.

 

Bonus: Dua Shot Kreatif untuk Emosi Ekstra

Selain 9 shot utama, ada dua teknik tambahan:

High angle & low angle

  • Sudut tinggi → karakter terasa kecil, rapuh, rentan
  • Sudut rendah → karakter tampak kuat, percaya diri

Snorricam shot
Kamera dipasang ke tubuh karakter sehingga latar bergerak liar. Cocok untuk menggambarkan:

  • Kekacauan batin
  • Kebingungan
  • Tekanan psikologis

Tidak untuk dipakai sering, tapi sangat kuat saat momen tepat.

 

Kesimpulan: Storytelling Lebih Penting dari Sinematografi

Sembilan shot ini bukan aturan kaku, melainkan alat bermain kreatif. Kesederhanaannya justru membuatnya fleksibel untuk hampir semua jenis cerita.

Pada akhirnya, penonton jarang mengingat kamera apa yang dipakai. Tapi mereka selalu ingat:

  • Apa yang mereka rasakan
  • Cerita apa yang mereka tangkap

Dan di situlah kekuatan storytelling visual bekerja.

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama